Bukan Aku Tak Mau, Tapi Aku Tak Tahu

By : Fathinatuzzayyan Al-Kamilah

Dina bukannya tak senang dinobatkan menjadi juara umum tahun ini. Selain dibebaskan uang bulanan, dia bersyukur bisa membuktikan bahwa usaha dan doanya selama ini membuahkan hasil. Terjaga di sepertiga malam, membuat ringkasan semua pelajaran, membawa buku kemanapun, menghafal pengertian, kaidah, hingga rumus mati-matian, sampai harus merelakan waktu istirahatnya diisi dengan belajar, kini terbayar sudah.

Pagi itu, riuh tepuk tangan dan sorak-sorai selamat tertuju padanya. Dina tersenyum ramah. Perlahan bangkit dari tempat duduknya menuju ke panggung utama aula sekolah. Ibu Kepala Sekolah tersenyum menyambutnya. “Semoga ilmunya berkah dan prestasinya bisa dipertahankan,” pesan beliau sembari menyandangkan selempang dan menyerahkan plakat penghargaan kepadanya.

Saat foto bersama, Dina terkesiap menangkap sepasang mata menatap tajam ke arahnya. Ia langsung mengalihkan pandangan, berusaha fokus ke arah kamera dihadapannya. “Semua akan baik-baik saja, mungkin itu hanya ilusi-mu, Dina,” batinnya menenangkan diri.

Bukan ia tak senang, tapi ia takut keberhasilannya memancing kebencian orang lain.

Tak hanya juara umum, prestasinya terus meningkat bersamaan dengan pengalamannya mengikuti berbagai lomba. Mulai dari cerdas cermat, olimpiade, debat, hingga pidato ditekuninya. Tak ada beban, Dina menikmati setiap prosesnya. Walaupun terkadang, ia harus izin tak berhadir di kelas. Bukan sebuah masalah, karena ia selalu bertekad mengejar segala ketertinggalan.

Teman-teman sekelasnya bahagia atas hadirnya sang juara umum di tengah-tengah mereka. Dina senantiasa menjadi rujukan teman-temannya saat mereka bingung mengerjakan tugas dari para guru. Seperti yang terjadi siang ini, saat guru bahasa indonesia berhalangan hadir dan memberi mereka soal-soal sebagai gantinya. Lana menghampiri Dina dari meja paling belakang.

“Din, nomor 5 apa jawabannya?”

“Sepertinya di halaman 84, deh, Lan. Tapi, coba kamu pastikan ke Zara atau Fina lagi ya,”

“Kalau nomor 6?”

“Oh, kalau yang itu, aku juga belum tahu, Lan,” jawab Dina menggeleng pelan.

Dengan perasaan sedikit kecewa, Lana berterima kasih dan hendak beranjak kembali. Namun, gerakannya terhenti saat seseorang menghampiri dan menggebrak meja dihadapan Dina. “Buat apa kamu juara umum kalau jawabanmu itu tak pernah pasti?” sinis orang itu.

Namanya Zara, sosok  yang direkomendasi Dina beberapa saat yang lalu. Dia menduduki peringkat kedua, selisih 0,001 dengan nilai Dina. Dina tak pernah sekalipun meremehkannya. Sayangnya, ambisi Zara membakar ketulusan hatinya sendiri.

“Heh, dengar kalian semua! Sepatutnya, seorang juara umum mampu memberikan jawaban yang pasti atas pertanyaan-pertanyaan kalian. Itu bentuk tanggung jawabnya. Bukan hanya numpang nama di plakat. Atau jangan-jangan, kau hanya ingin pintar sendiri, ya, nona?” Perkataan Zara bagai tusukan yang menghantam hati Dina bertubi-tubi. Perih, Dina tertunduk diam menahan air mata.

Tak lama kemudian, bel pulang berbunyi. Dina bergegas meninggalkan kelas sambil menghindari tatapan bengis Zara. Ia menuju kamar mandi asramanya, menghidupkan kran air di batas terakhir, lantas menangis sejadi-jadinya.

Salahnya apa? Dia hanya berhati-hati menjawab pertanyaan teman-temannya. Dengan senang hati dia membagikan ilmunya. Tapi, apa tak boleh jika ingin memastikan kembali? Kalau ada hal yang belum ia ketahui, itu hal yang wajar, kan?

Hari berganti hari. Kata-kata Zara terus menghantui pikirannya. Dina berubah menjadi lebih pendiam, tak lagi aktif di kelas, dan semangatnya mulai tampak memudar. Tak ada lagi teman yang menghampirinya seperti biasa, membuat Dina merasa bahwa ia orang yang paling tak berguna. Hal itu berhasil melukiskan senyum kemenangan di wajah Zara.

Rencana Zara tak berhenti di situ. Ia belum puas. Dina telah merebut sesuatu berharga yang telah dinanti-nantinya. Zara telah menemukan saat yang tepat untuk mempermalukan Dina di khalayak ramai. Ya, seminar motivasi bersama Hamza, alumni terbaik sekolah mereka.

Baru-baru ini, Hamza menjadi buah bibir di seluruh penjuru Indonesia. Ia berhasil meraih peringkat pertama pada event paling bergengsi tahun ini yang diadakan oleh sagoe el-asyi, Sharaa ‘ul Abthaal namanya.Acara yang berbentuk kompetisi antar mahasiswa terbaik dari seluruh universitas islam, baik di dalam ataupun luar negeri, untuk berjuang mengasah kemampuannya. Hamza merupakan perwakilan Universitas Al-Azhar Kairo, dengan predikat mumtaz disetiap tingkatnya.

Perempuan mana yang tidak mengidolakan Hamza? Selain pintar, ketampanan dan kewibawaan sosoknya membuat takjub siapapun. Terbukti pada seminar hari ini, terdengar pekikan-pekikan tertahan dari sebelah kiri aula sekolah, saat Hamza tersenyum menyapa sambil sedikit menundukkan kepalanya.

Dina mendapatkan kesempatan emas menjadi pembawa acara pada seminar ini. Ia mengerahkan segala kemampuan untuk menjaga performanya. Melihat Dina mendampingi Hamza, membuat hati Zara panas. “Tunggu saatnya, nona,” desis Zara pelan.

Seminar pun dimulai. Dengan tenang, Hamza menceritakan perjalanan pendidikannya hingga sampai ke tahap yang membanggakan ini. “Yang terpenting, kita bersyukur atas nikmat yang Allah berikan dengan senantiasa menebar manfaat kepada siapapun.” Hamza mengakhiri kalamnya.

Dina mengambil alih jalannya acara. Ia membuka sesi tanya-jawab. Tanpa menunggu lama, Zara mengangkat tangannya. Dina lemas, menerka-nerka apa yang akan Zara tanyakan. Dengan suara agak tercekat, Dina memberinya kesempatan.

“Bagaimana tanggapan Kak Hamza jika sang juara umum di sekolah ini, ragu-ragu, bahkan enggan dalam menjawab pertanyaan teman-temannya? Terima kasih.” Terang-terangan Zara memojokkan Dina. Semua hadirin terkejut. Dina hanya tertunduk pasrah menahan malu. Rasanya, ia ingin menghilang detik ini juga.

Hamza tahu, gadis manis yang duduk tak jauh di sampingnya itulah sasaran Zara. Sesaat Hamza menatapnya iba, merasakan betapa sedihnya berada di posisi Dina saat ini. Tanpa menunggu dipersilahkan, Hamza langsung mengaktifkan mikrofon di tangannya.

“Tidak masalah,” ucap Hamza tegas, membuat Dina mengangkat kepalanya. “Sang juara umum tidak pernah dituntut untuk mengetahui segalanya. Dia juga masih belajar, sama seperti kalian. Kenapa dia bisa meraih juara umum? Tentu ada hal lebih yang ia usahakan. Baik do’anya, amalnya, ataupun tawakkalnya. Dan yang terpenting, itu adalah takdirnya,” Hamza menghela nafas sejenak.

So, Dina, it’s okay to say ‘I don’t know’, karena ‘tidak tahu’ adalah bagian dari ilmu. Segala kesempurnaan hanyalah milik Allah. Malah, jika kamu sok tahu nanti, akan menyesatkan teman-temanmu. Jadi repot, kan?” Ujar Hamza sambil tersenyum tipis ke arah Dina hingga membuat seisi ruangan histeris, Zara mengeraskan rahangnya. Geram, karena yang terjadi tak sesuai ekspetasinya. Ia memilih keluar dari ruangan daripada harus menahan malu berkepanjangan.

“Satu lagi, Din. Kamu harus yakin dengan kemampuanmu. Kalau kamu memang tahu, jangan pernah ragu, oke?”

Hotrock Café, Kairo, 5 Agustus 2024

23.30 CLT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

STRATEGI KEMITRAAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENINGKATAN KUALITAS PAUD, PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH

Latar Belakang Sejarah pendidikan di Aceh pernah mencapai masa kegemilangannya pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1606 – 1636 M) di Kerajaan Aceh Darussalam. Sultan Iskandar Muda telah menempatkan para ulama dan kaum cerdik pandai pada posisi yang paling mulia dan istimewa dalam bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan. Sehingga pada masa pemerintahannya, Kerajaan Aceh Darussalam […]

Read More

IMPLEMENTASI PROFIL PELAJAR PANCASILA MELALUI KETELADANAN, KEBIASAAN GURU SEBAGAI AGEN PERUBAHAN ABAD 21

ABSTRAK Implementasikan Profil Pelajar Pancasila melalui keteladanan dan pembiasan guru sebagai agen perubahan abad 21, siswa lebih menyadari, memahami dan melaksanakan hak serta kewajibannya untuk beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia; mandiri; bergotong-royong; berkebinekaan global; bernalar kritis; dan kreatif. Peran guru sebagai agen perubahan abad 21 dapat ditinjau dari tiga sudut pandang […]

Read More

PENGARUH PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KETRAMPILAN BERFIKIR KREATIF SISWA PADA MAPEL IPA SMP

Oleh: Maaruf Fauzan, S.Si, M.Pd (Widyaprada Ahli Madya BPMP Provinsi Aceh) Email: maarufaceh@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini  bertujuan untuk. mengetahui peningkatan ketrampilan berfikir kreatif  siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan model problem  based  learning (PBL) Metode penelitian yang digunakan adalah  quasi experimental dengan desain control group pretest-posttest serta teknik purposive sampling. Pengumpulan data untuk mengetahui peningkatan keterampilan […]

Read More